Sistem Pembayaran
2.1
Gambaran Umum
Apa
Itu Sistem Pembayaran (SP)?
Sistem Pembayaran adalah sistem yang
mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari
suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP? Sudah barang tentu
harus ada alat pembayaran, ada mekanisme kliring hingga penyelesaian akhir
(settlement). Selain
itu juga ada komponen lain seperti lembaga yang terlibat dalam menyelenggarakan
sistem pembayaran. Termasuk dalam hal ini adalah bank, lembaga keuangan selain
bank, lembaga bukan bank penyelenggara transfer dana, perusahaan switching
bahkan hingga bank sentral.
2.2
Peran Sistem Pembayaran Dalam Perekonomian
Peran
sistem Pembayaran dalam perekonomian semakin hari semakin penting seiring
dengan semakin meningkatnya volume dan nilai transaksi, serta sejalan dengan
pesatnya perkembangan teknologi.
Menurut
Sheppard (1996) peran penting sistem pembayaran dalam perekonomian adalah
sebagai berikut:
1)
Sebagai
elemen penting dalam infrastruktur Keuangan sutu perekonomian untuk mendukung
stabilitas keuangan.
Hal
itu disebabkan sistem keuangan dan perbankan berkaitan erat dengan sistem
pembayaran. Gangguan pada sistem pembayaran atau kegagalan kewajiban
pembayaran, yang pada gilirannya akan menyebabkan turunnya kepercayaan
perbankan demikian juga sebaliknya, krisis keuangan dan perbankan yang
mempengaruhi satu atau sistem pembayaran akan mempengaruhi stelmen antar bank
dan dapat gridlock (kemacetan)
didalam seluruh sistem pembayaran. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang
baik antara pihak bank dan pengawas pasar keuangan dengan sistem pembayaran,
untuk memastikan masalah-masalah tersebut dapat diantisipasi dan diselesaikan
seawal mungkin.
2)
Sebagai
“Channel” saluran penting dalam mengendalikan eknomi yang efektif, khususnya
melalui kebijakan moneter.
Dengan
lancarnya sistem pembayaran, kebijakan moneter dapat mempengaruhi likuiditas
perekonomian sehingga proses transmisi kebijakan moneter dari sistem perbankan
ke sektor riil dapat menjadi lancar.
3)
Sebagai
alat untuk mendorong efisiensi ekonomi.
Keterlambatan
dan ketidaklancaran pembayaran akan mengganggu perencanaan keuangan usaha dan
pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produktifitas perekonomian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
peranan sistem pembayaran penting dalam suatu sistem perekonomian, yaitu untuk
menjaga sistem stabilitas keuangan perbankan, sebagai sarana transimisi
kebijakan moneter, serta sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi
suatu negara.
2.3
Sistem Pembayaran di Indonesia
Dinamika
kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran baru yang
turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme pembayaran
dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam hal
perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi
pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat. Memberikan jawaban dengan berbagai fasilitas kemudahan
dan semakin tiada batas. Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa
setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor
ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan
jalannya kegiatan sistem pembayaran.
Berkaca
pada kondisi tersebut, dan patut diingat bahwa perkembangan sistem pembayaran
tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi, maka
perkembangan sistem pembayaran di Indonesia saat ini mengarah pada upaya
penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan
teknologi informasi. Industri pembayaran
baik yang melibatkan bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan
pengembangan sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank
(LSB) di dalam penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin
banyaknya LSB yang melakukan kerjasama dengan perbankan baik sebagai penyedia
jaringan dan tidak menutup kemungkinan sebagai penerbit dari
instrumen-instrumen pembayaran tersebut. Bank Indonesia sebagai penyelenggara
kegiatan setelmen transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia (BI-RTGS),
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia Scripless
Securities Settlement System (BI-SSSS) juga terus berupaya memperbaiki dan
memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien, aman dan sejalan
dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.
Ke semuanya itu nantinya akan mengarah kepada persiapan teknologi pembayaran
Indonesia dalam menghadapi rencana integrasi ekonomi global di kawasan ASEAN
pada tahun 2015 (MEA) yang juga menjadi faktor pendorong penguatan
infrastruktur dan pengembangan sistem yang bernilai besar sampai kepada ritel.
Masyarakat
pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran. Uang tunai
tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun
instrumen pembayaran berbasis kertas paper based dan juga card based serta
electronic based juga tak kalah menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi
masyarakat dalam melakukan transaksi. Tren pergeseran dari penggunaan paper
based instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan
electronic based instrument terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat
menggunakan alat pembayaran seperti kartu kredit, kartu ATM/Debet, transfer
elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), Scripless
Securities Settlement System (SSSS), uang elektronik baik yang berbentuk
kartu(card based) maupun server based, pembayaran melalui saluran internet
banking mobile payment dan fitur-fitur turunan lainnya. Walaupun tak dapat
dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau lebih nyaman
menggunakan cek/Bilyet Giro (BG).
Penguatan
sistem pembayaran tidak hanya dari sisi infrastruktur saja. Bank Indonesia juga
memperkuat kelembagaan industri pembayaran dengan mendirikan Asosiasi Sistem
Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang (APPUI).
ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam
mendorong kondisi dan perilaku pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI tersebut
juga diharapkan dapat menjadi motor penggerak dan pendukung utama kebijakan
penataan infrastruktur sistem pembayaran di Indonesia yang digulirkan Bank
Indonesia.
Tak
ketinggalan dan tak kalah pentingnya, perkembangan setiap sisi sistem
pembayaran harus memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Implementasi
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang telah memasuki tahun ke-9 sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
secara umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya oleh konsumen yang
merupakan bagian dari masyarakat, khususnya manakala melakukan kegiatan
transfer dana. Maka dari itu, Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai regulator
sistem pembayaran menggarap serius Rancangan Undang-Undang Transfer Dana (RUU
Transfer Dana) yang diajukan oleh Pemerintah sebagai bentuk landasan dan
perlindungan hukum yang setara bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan
transfer dana termasuk kegiatan transfer dana antara penyelenggara dengan
nasabahnya. Diharapkan dengan adanya UU Transfer Dana, masyarakat dapat dengan
nyaman dan aman melakukan setiap aktivitas transfer dana yang kian hari kian
meningkat. Nilai dan volume transaksi transfer dana di seluruh sistem
pembayaran sampai dengan akhir 2010 masing-masing sebesar Rp58,1 ribu triliun
2,1 miliar transaksi.
Namun
di sisi lain, di tengah-tengah perkembangan teknologi yang demikian pesat,
tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang
lebih memilih melakukan pembayaran dengan menggunakan uang tunai. Budaya
dan latar belakang masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih belum
terjamah dengan produk-produk perbankan (remote area) maupun tidak merasa
nyaman dengan teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, menjadikan
uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran.
Hal
ini ditunjukkan dengan penggunaan uang kartal di masyarakat yang sampai dengan
akhir 2010 mencapai Rp274,0 triliun. Hal
ini merefleksikan masih banyaknya masyarakat yang memilih menggunakan uang
kartal untuk keperluan transaksi ekonomi.
Masih cukup tingginya kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah perlu dibarengi dengan perencanaan kebutuhan
dan pengadaan uang secara komprehensif termasuk ketepatan realisasinya;
penyempurnaan unsur pengaman uang; kecepatan dan ketepatan layanan kas; kelancaran
dan keamanan distribusi uang ke seluruh satuan kerja kas baik di KP dan KBI
secara tepat waktu; serta optimalisasi pengelolaan uang kartal.
Mempertimbangkan
potensi peningkatan kegiatan pengedaran uang, prioritas arah kebijakan Bank
Indonesia di bidang pengedaran uang tersusun dalam tiga rancangan kebijakan
yaitu 1) peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan
permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh
masyarakat/perbankan; 2) peningkatan efektivitas operasional kas di Bank
Indonesia dan perbankan; serta 3) pengembangan layanan kas Bank Indonesia
dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi terkait.
Strategi
untuk meningkatkan efektivitas operasional kas di Bank Indonesia ke depan
dilakukan antara lain dengan menyempurnakan sistem dan prosedur layanan kas
yang bersifat customer oriented dan pengembangan sistem informasi layanan kas.
Sementara itu pengembangan layanan kas diarahkan pada peningkatan kegiatan kas
keliling dan kas titipan di daerah terpencil dan terdepan NKRI
Memperhatikan
berbagai isu strategis tersebut, maka Kebijakan BI selama tahun 2010 difokuskan
pada upaya untuk meningkatkan kehandalan uang Rupiah dan penyempurnaan kualitas
uang dengan tetap mengacu pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1)
Ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, 2) Layanan Kas Prima, dan 3)
Pengedaran Uang yang aman, handal, dan efisien.
Dalam
rangka mendukung ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, beberapa penerapan
kebijakan meliputi penyusunan rencana kebutuhan uang termasuk rencana pengadaan
dan realisasi pengadaan uang dan bahan uang, yang diikuti dengan
pendistribusian uang ke berbagai wilayah secara tepat waktu. Selain itu terkait
dengan pengkinian unsur pengaman uang, BI mengeluarkan dan mengedarkan Uang
Kertas pecahan Rp10.000 desain baru dan uang logam pecahan Rp1.000. Clean money
policy merupakan kebijakan BI untuk menjaga kualitas uang yang diedarkan
melalui kegiatan pemusnahan uang dan melakukan pencabutan uang logam pecahan
Rp25. Dari sisi penanggulangan uang palsu, BI tetap mengupayakan intensifikasi
dan ekstensifikasi strategi komunikasi melalui sosialisasi dan edukasi ciri
keaslian uang Rupiah kepada masyarakat baik secara langsung, melalui media, dan
kerjasama dengan intansi terkait, karena terbukti cukup efektif dalam
meningkatkan pemahaman masyarakat. Secara represif, dilakukan kerjasama dengan
POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus
tindak pidana uang palsu dan saksi ahli.
2.4
Kebijakan & Peran Bank Indonesia dalam sistem Pembayaran di Indonesia
Menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk
menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu
didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan
hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat
time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah
stabilitas nilai tukar.
BI
adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas
moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain
itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta
melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang
bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang
perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank
melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain
itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem
kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga
adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat
pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga
memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal
kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini.
Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga
menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat
menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak
menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil
contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya
bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga
yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti
menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola
(governance) SPN.
Di
sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam
mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk
dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak
edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut,
pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai
dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai
dengan pemusnahan uang.
Sebelum
melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar
uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan
masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi
perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan,
nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap
jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun
kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang
baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang
emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang
Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di
seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap
kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran,
penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi
dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin
keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang
memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan
pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun
masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan
setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan
melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh
kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan
jasa penukaran uang kecil.
Lebih
lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah
pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak
lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran
dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta
menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut
dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang
telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara
itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di
masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang
dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran,
uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan
pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga
yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Komentar
Posting Komentar