MAKALAH SISTEM EKONOMI INDONESIA “TAHAPAN PERTUMBUHAN - PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI INDONESIA”
MAKALAH
SISTEM EKONOMI INDONESIA
“TAHAPAN PERTUMBUHAN - PERKEMBANGAN
SISTEM EKONOMI INDONESIA”

FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
NUSA CENDANA
KUPANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena rahmat dan
pertolongannya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam makalah
ini kami akan membahas tentang “TAHAPAN PERTUMBUHAN - PERKEMBANGAN
SISTEM EKONOMI INDONESIA”
Semoga
dengan adanya makalah ini bisa membantu teman-teman.
Adapun yang menjadi tujuan penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas sistem ekonomi indonesia yang di berikan kepada
mahasiswa.
Dalam penulisan makalah ini, saya banyak mengacu
pada karya-karya tulis orang lain. Oleh karena itu saya sangat menghormati dan
menghargai pikiran-pikiran penulis lain, yang menjadi sumber acuan dalam
penulisan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa isi dan uraian makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan makalah ini.
Kiranya karya tulis ini dapat bermanfaat dalam upaya
menambah wawasan pengetahuan maupun teori Sistem Ekonomi Indonesia bagi para
pembaca.
Kupang,
oktober 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan
ekonomi suatu negara dapat dinilai
dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, pertumbuhan tersebut dapat diukur
melalui sebuah besaran dengan istilah Pendapatan Nasional. Meskipun bukan
merupakan satu-satunya ukuran untuk menilai pertumbuhan ekonomi output bangsa.
Ini cukup representatif dan sangat lazim digunakan. Pendapatan nasional bukan
hanya berguna untuk menilai pertumbuhan ekonomi output suatu negara dari waktu
ke waktu, tetapi juga membandingkan dengan negara lain. Disamping itu, dari
pendapatan nasional selanjutnya dapat pula diperoleh turunannya seperti
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita.
Didalam
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinyatakan secara eksplisit bahwa pembangunan
ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara
keseluruhan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan mawyarakat.
Dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia secara resmi dimulai
sejak dimulainya Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (REPELITA 1) tahun 1969 dan prosesnya berjalan mulus selama
dekade 1970-an dan 1980-an, walaupun Indonesia mengalami beberapa external shocks,
seperti harga minyak mentah turun di pasar internasional dan apresiasi nilai
tukar yen terhadap dollar AS selama dekade 1980-an. Baru pada saat krisis
ekonomi terjadi pada akhir tahun 1997 sampai awal tahun 1998, proses
pembangunan ekonomi di Indonesia terasa berhenti, bahkan mengalami pertumbuhan
negatif pada tahun 1998.
Walaupun
bukan merupakan suatu indikator yang bagus, kesejahteraan masyarakat dilihat
dari aspek ekonominya, dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
perkapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan
ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam
proses pembangunan ekonomi.
Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu negara,
umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan.
Untuk negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya tergolong besar dan
tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi serta ditambah lagi dengan kenyataan
bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan pada awal proses
pembangunan, pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting, dan lajunya harus jauh
lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan
masyarakat perkapita dapat tercapai. Selama periode orde baru pemerintah kurang
memperhatikan pola pembagian dari pertumbuhan itu sendiri. Hal ini
mengakibatkan kesenjangan pendapatan antara kelompok yang kaya dan kelompok
miskin.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PERANAN
APARATUR PEREKONOMIAN INDONESIA
Aparatur pemerintah selaku abdi masyarakat mempunyai peranan
yang sangat penting untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik, karena
kelancaran dan kemajuan roda pemerintahan tidak terlepas dari keikutsertaan
aparatur pemerintah. Salah satu peranan aparatur pemerintah adalah memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat. Misalnya pelayanan administratif, pelayanan
barang dan pelayanan jasa
Tata kelola ekonomi dunia ke depan
diprediksi akan jauh lebih terbuka pasca terbentuknya G-20 di Pittsburg,
Amerika Serikat sekitar 1 (satu) dekade yang lalu. G-20 secara resmi
menggantikan peran G-8 yang dianggap gagal mengelola ekonomi dunia. Keputusan
tersebut dinilai sebagai loncatan besar dan bersejarah menuju terbentuknya
tatanan dunia baru, setidaknya secara ekonomi.
Secara global, G-20 menyumbang 90%
GNP (produk domestik bruto) dunia, atau setidaknya 80% volume perdagangan
dunia. Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 mendapat manfaat langsung.
Selain berdampak pada sektor ekonomi, bagi Indonesia, keberadaan G-20 juga
secara langsung akan berimbas pada sistem pengelolaan pemerintahan.
Menyadari kenyataan itu, kebijakan
pemerintah menetapkan arah pengelolaan pemerintahan menuju tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) dan reformasi birokrasi, merupakan
pilihan yang rasional (rational choice). Salah satu agenda besar menuju good
governance dan reformasi birokrasi adalah peningkatan profesionalisme aparatur
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Dalam rangka peningkatan
profesionalisme aparatur pemerintah daerah, paling tidak ada 4 (empat) hal yang
menjadi titik fokus meliputi : (1) penyusunan peraturan perundang-undangan
daerah, pedoman dan standar kompetensi aparatur pemerintah daerah; (2)
penyusunan rencana pengelolaan aparatur pemerintah daerah termasuk sistem
rekruitmen yang terbuka, mutasi dan pengembangan pola karir; (3) fasilitasi
penyediaan aparatur pemerintah daerah; serta (4) fasilitasi pengembangan
kapasitas aparatur pemerintah daerah dengan prioritas peningkatan kemampuan
dalam pelayanan publik seperti kebutuhan dasar masyarakat, keamanan dan
kemampuan di dalam menghadapi bencana, kemampuan penyiapan rencana strategis
pengembangan ekonomi lokal, kemampuan pengelolaan keuangan daerah, penyiapan
strategi investasi, dan pengelolaan kelestarian lingkungan hidup.
Otonomi daerah sebagai pilihan
kebijakan yang telah digariskan oleh konstitusi, menjanjikan terselenggaranya
pemerintahan dan pembangunan secara efektif, efisien, berkualitas, demokratis
dan berkeadilan, perlu digiring dalam agenda besar good governance dan
reformasi birokrasi. Untuk itu, aparatur pemerintah patut memahami peran
strategisnya agar belajar mendalami, menggali serta mengkaji berbagai
permasalahan dan tantangan pelaksanaan good governance dan reformasi birokrasi
ke depan, untuk dapat diterapkan secara optimal di lingkungan kerja
masing-masing.
Perlu disadari pula bahwa prinsip
dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah kewajiban daerah untuk meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan pembangunan. Dengan demikian, untuk menghadapi berbagai
persoalan di daerah, terutama terkait kemiskinan dan pengangguran, peran dan
tanggung jawab aparatur pemerintah daerah akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah tersebut di tingkat lokal. Di dalam kewenangan
otonomi tersebut, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara
langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan dan pengangguran di daerah.
Dilihat dari perspektif Indonesia,
maka akan terasa bahwa prinsip Pembangunan Milenium di atas sesuai dengan
kondisi nasional yang patut dibekali kepada aparatur pemerintah. Untuk itu,
sangat penting bagi aparatur pemerintah untuk belajar mengenali, mendalami,
menggali serta mengkaji akar dari berbagai permasalahan pelaksanaan tugas
pemerintahan sehingga dapat menemukan solusi pemecahannya untuk diterapkan di
lingkungan kerja masing-masing.
B. TEORI PERTUMBUHAN
EKONOMI
Pada
abad ke 19 banyak ahli ekonomi yang menganalisis dan membahas, serta
mengemukakan teori-teori tentang tingkat pertumbuhan ekonomi. Antara lain
Fredrich List, Bruno Hilder Brand, Karl Bucher dan Walt Whitman Rostow.
Fredich
List adalah penganut paham Laisser Faire dan berpendapat bahwa sistem ini dapat
menjamin alokasi sumber-sumber secara optimal, tetapi proteksi terhadap
industri-industri tetap diperlukan. Pertumbuhan ekonomi sebenarnya tergantung
kepada peranan pemerintah, organisasi-organisasi swasta, enterpreneur dan
kebudayaan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi hanya terjadi apabila dalam
masyarakat terdapat kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan
perseorangan. Fredrich List berpendapat bahwa hanya dinegara-negara yang
berhawa sedang paling cocok untuk industri, karena kepadatan penduduk yang
sedang dan merupakan pasar yang cukup, disamping sektor pertanisan yang sudah
efisien. Sedangkan di daerah tropis paling cocok untuk pertanian, karena pada
umumnya jumlah penduduk sangat padat.
Bruno
Hilder Brand adalah pengkritik Fredich List, mereka mengatakan bahwa
perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau
konsumsinya. Tetapi lebih ditekankan pada metodde distribusi yang digunakan.
Bruno mengemukakan 3 sistem distribusi, yaitu:
1.
Natural atau perekonomian barter
2.
Perekonomian uang
3.
Perekonomian kredit
Sayangnya Bruno Hilder Brand tidak
mengemukakan bagaimana fase-fase tersebut berkembang menuju fase berikutnya.
Sedangkan Karl Bucher mempunyai
pendapat yang serupa walaupun tidak sama. Karl Bucher mengatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah melalui 3 tingkat, yaitu:
1.
Produksi untuk kebutuhan sendiri
2.
Perekonomian kota, dimana pertukaran
sudah meluas
3.
Perekonomian nasional dimana peranan
pedagang-pedagang tampak makin penting. Jadi, barang-barang itu diproduksi
untuk pasar, ini merupakan gambaran evolusi di Jerman.
W.W Rostow dalam bukunya “The Stages of Economic Growth”
mengemukakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap
dan setiap negara di dunia dapat digolongkan kedalam salah satu tahap dari lima
tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. Rostow membuat penggolongan tahap-tahap
pertumbuhan ekonomi berdasarkan pada ciri-ciri perubahan keadaan ekonomi,
politik dan sosial yang berlaku serta transportasi suatu masyarakat tradisonal
menjadi suatu masyarakat modern. Tahap-tahap eprtumbuhan ekonomi Rostow adalah:
1.
Tahap masyarakat tradisional (the traditional society). Rostoe mengartikan masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat
yang:
a. Strukturnya
fungsi produksi yang terbatas, cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara
hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara
pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara
turun temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas,
karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan
secara sistematis dan teratur.
b. Tingkat
produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas.
Oleh sebab itu sebagian besar-dari seumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan
dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini sturktur sosialnya sangat bersifat
hirarkis, sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali.
c. Kegiatan
politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dan dipegang oleh tuan-tuan
tanah yang berkuasa. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu
dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah diberbagai daerah tersebut.
2. Tahap Prasyarat
Lepas Landas. Tahapan ini menurut R ostow
dibedakan menjadi2, yaitu:
a. Tahap
prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah dan Afrika, yang dilakukan
dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada.
b. Kedua,
yang dinamakan Rostow Bom Free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai
Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan tanpa harus
merombak sistem masyarakat tradisional yang ada, karena masyarakat
negara-negara itu terdiri dari emigran yang telah mempunyai sifat-sifat yang
diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai tahap prasyarat lepas landas.
3.
Tahap Lepas Landas. Tahap lepas landas merupakan suatu tahap interval dimana
tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah
dilewati. Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:
a.
adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi
b.
adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan laju perkembangan yang
tinggi
c.
terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan
menciptakan kenyataan yang akan membuat perluasan disektor modern, potensi
ekonomi ekstern sehingga menyebabkan pertumbuhan terus-menerus berlangsung.
Sifat-sifat
perubahan berbagai jenis kegiatan ekonomi didalam tahap-tahap lepas landas
digolongkan atas 3 sektor pertumbuhan, yaitu:
a. Sektor
pertumbuhan primer, yaitu sektor-sektor atau kegiatan ekonomi yang menciptakan
pertumbuhan yang pesat dan menciptakan kekuatan ekspansi keberbagai sektor
dalam perekonomian.
b. Sektor
pertumbuhan suplementer, yaitu sektor yang berkembang dengan cepat sebagai
akibat langsung dari perkembangan di sektor pertumbuhan primer.
c. Sektor
pertumbuhan terkait, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang berkembang sejalan
dengan kenaikan pendapatan penduduk dan produksi sektor pertanian.
4. Gerakan
kearah Kedewasaan. Gerakan ini diartikan sebagai suatu periode ketika
masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagian
besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Ciri-ciri gerakan kearah
kedewasaan yaitu:
a. Kematangan
teknologi dimana struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan.
b. Sifat
kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.
c. Masyarakat
secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh
industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang.
5. Masa
konsumsi tinggi. Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada
masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan
bukan lagi kepada masalah produksi. Pada periode ini, terdapat 3 macam tujuan
masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan
politis yaitu:
a. Memperbesar
kekuasaan dan pengaruh negara tersebut keluar negri dan kecenderungan ini dapat
berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain.
b. Menciptakan
suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada pendukungnya dengan
cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui
sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perbaikan seperti ini, makin
besar pendapatan makin besar pula pajaknya.
c. Mempertinggi
tingkat konsumsi masyarakat diatas konsumsi dasar yang sederhana atas
makanan,pakaian, rumah keluarga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi
tahan lama serta barang-barang mewah.
C. PERTUMBUHAN EKONOMI
INDONESIA.
Sejak
kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru. Sampai saat ini,
Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan
dari orde lama ke orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis.
Walaupun akhirnya mengarah ke otoriter, namun kehidupan ekonomi mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik. Pada masa orde lama, kegiatan pemerintahan
lebih banyak tertumpu pada urusan politik, pada masa orde baru kegiatan
pemerintahan mengarah ke urusan ekonomi, dan pada masa reformasi sekarang
cenderung ke urusan politik kembali, namun demikian urusan ekonomi juga menjadi
perhatian serius, lebih-lebih dengan terjadinya krisis ekonomi yang
berkepanjangan.
1.
Masa Orde lama (1945-1966).
Pada
masa ini perekonomian berkembang kurang mengembirakan, sebagai dampak
ketidakstabilan kehidupan politik dan seringnyapergantian kabinet. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup menggembirakan dengan laju pertumbuhan 6,9% pada periode
1952-1958, turun drastis menjadi 1,9% dalam periode 1960-1965. Sementara itu
defisit anggaran belanja pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun.
Defisit anggaran tersebut dibiayai dengan pencetakan uang baru sehingga tingkat
harga terus membumbung dan mencapai puncaknya pada tahun 1966. Perilaku
kenaikan harga secara agresif sudah relihat pada tahun 1955, ketika itu laju
inflasi naik 33%. Besaran mencapai 40% pada tahun 1958, dimana laju inflasi
rata-rata 223,5% selama periode 1955-1960. Pada tahun 1961 hingga tahun 1965
laju inflasi terus meningkat dan pada akhir kekuasaan lama, laju inflasi
mencapai 650%.
2.
Masa Orde Baru (1966-1997)
Pada
masa peralihan dari orde lama ke orde baru, ditandai dengan kondisi
perekonomian yang tidak menentu, antara lain:
a. Ketidakmampuan
pemerintah untuk memenuhi kewajiban utang luar negeri
b. Penerimaan
devisa ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk impor barang dan jasa.
c. Ketidakmampuan
pemerintah mengendalikan anggaran belanja dan memungut pajak
d. Percepatan
laju inflasi mencapai 30-40% per bulan
e. Buruknya
kondisi prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produksi sektor
industri dan ekspor.
Menghadapi
keadaan perekonomian yang sedemikian rupa, pemerintah peralihan menetapkan
beberapa langkah prioritas kebijakan ekonomi sebagai berikut:
a. Memerangi
inflasi
b. Mencukupkan
stok cadangan bahan pangan
c. Merehabilitasi
prasarana perekonomian
d. Meningkatkan
ekspor
e. Menyediakan
/ menciptakan lapangan kerja
f. Mengundang
kembali investor asing.
Secara
keseluruhan program ekonomi pemerintah orde baru dibagi menjadi dua jangka
waktu yang saling berkaitan, yaitu program jangka pendek dan program jangka
panjang. Program ekonomi jangka pendek meliputi:
1. Tahap
penyelamatan (juli-desember 1966)
2. Tahap
rehabilitasi (januari-juni 1967)
3. Tahap
konsolidasi ( juli-desember 1967), dan
4. Tahap
stabilitasi (januari-juni 1968).
Program
jangka pendek kemudian dilanjutkan dengan program jangka panjang, yang terdiri
atas rangkaian rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) yang dimulai pada
bulan april 1969. Program pembangunan jangka panjang ini dibagi menjadi
tahapan-tahapan repelita. Tahap pelaksanaan pelita I sampai dengan pelita V disebut pembangunan
jangka panjang 25 tahun pertama. Sedangkan pelita VI sampai dengan repelita X
disebut pembangunan jangka panjang 25 tahun kedua.
Namun
pemerintahan orde baru hanya dapat menyelesaikan sampai tahap pembangunan
pelita VI sedangkan pelita VII hanya sempat dilaksanakan satu tahun anggaran
saja. Hal ini disebabkan terjadinya krisis moneter yang berlanjut menjadi
krisis ekonomi dan krisis politik, hingga menjadi krisis sosial yang dibarengi
dengan maraknya demonstrasi mahasiswa
yang menyebabkan turunnya presiden
Soeharto atau berakhirnya rezim
pemerintahan orde baru. Kemudian lahirlah rezim pemerintahan reformasi yang
dipimpin oleh presiden B.J. Habibie sampai dengan pemilihan umum dan sidang
umum MPR bulan oktober 1999, kemudian K.H. Abdurrahman Wahid juga tidak lama
kurang lebih 18 bulan dan kemudian digantikan oleh Megawati Soekarno Putri.
Pada
pemerintahan orde baru pelaksanaan pembangunan senantiasa diarahkan pada
pencapaian tiga sasaran pembangunan, prioritasnya berubah-ubah sesuai dengan
masalah dan situasi yang dihadapi pada saat ini. Ketiga sasaran tersebut
dikenal dengan sebutan trilogi
pembangunan yaitu: trilogi pembangunan pada pelita I, meliputi stabilitas
perekonomian, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil pembangunan. Pada pelita
II meliputi: pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan
stabilitas perekonomian. Namun sejak pelita III hingga pelita VI urutan
prioritasnya menjadi 1) pemerataan hasil-hasil pembangunan; 2) pertumbuhan
ekonomi; 3) stabilitas perekonomian.
Strategi
industrialisasi impor yang diterapkan pemerintah terbukti tidak mampu membawa
perekonomian Indonesia tinggal landas dan mempersempit kesenjangan dengan
negara-negara maju, yang terjadi justru kemerosotan ekonomi. Akibat
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap input import, maka terjadi defisit
transaksi neraca berjalan, yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari
perekonomian yang bertumpu pada penyediaan bahan baku industri, menjadi sistem
perekonomian yang bertumpu pada kegiatan industri.
3.
Masa Reformasi (1998- sekarang)
Pada
masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan krisis moneter yang
berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukan
tanda-tanda ke arah pemulihan. Pada tahun 1998 hampir semua sektor mengalami
pertumbuhan negatif, hal ini berbeda dengan kondisi ekonomi pada tahun 1999.
Pada tahun 1999 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan telah menjadi
positif. Ini menunjukan pertanda pemulihan ekonomi Indonesia.
D.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Didalam
teori-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh
ketersediaan dan kualitas dari faktor-faktor produksi, seperti sumber daya
manusia, kapital, teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi. Akan
tetapi, faktor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan
pertumbuhan jangka pendek. Dengan kata lain,pertumbuhan ekonomi indonesia tahun
ini akan lebih baik, sama atau lebih buruk daripada tahun 2000 lebih ditentukan
oleh faktor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek yang dapat dikelompokan
kedalam faktor-faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dibedakan
lagi atas faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi, khususnya politik
dan sosial. Sedangkan faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi,
seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan dunia.
Selain
itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari permasalahan kesenjangan
dalam pengelolaan perekonomian, dimana para pemilik modal besar selalu
mendapatkan kesempatan yang lebih luas dibandingkan dengan para pengusaha kecil
dan menengah yang serba kekurangan modal. Disamping itu, akses untuk
mendapatkan bantuan modal ke perbankan juga lebih memihak kepada para pengusaha
besar dibandingkan dengan pengusaha ekonomi lemah. Pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan internasional juga memberikan dampak yang besar terhadap
pertumbuhan ekonomi indonesia. Ketidakpastian perekonomian dan perdagangan
duania yang semakin meningkat, semakin menyebabkan kemungkinan-kemungkinan pertumbuhan
ekonomi yang kurang menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah:
1.
Faktor produksi, yaitu harus mampu
memanfaatkan tenaga kerja yang ada, dan penggunaan bahan baku industri dalam
negri semaksimal mungkin
2.
Faktor investasi, yaitu dengan membuat
kebijakan investasi yang tidak rumit dan berpihak pada pasar
3.
Faktor perdagangan luar negeri dan
neraca pembayaran, harus surplus sehingga mampu meningkatkan cadangan devisa
dan menstabilkan nilai rupiah.
4.
Faktor kebijakan moneter dan inflasi,
yaitu kebijakan terhadap nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga ini juga
harus antisipatif dan dapat diterima
pasar.
5.
Faktor keuangan negara, yaitu berupa
kebijakan fiskal yang konstruktif dan mampu untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
BAB
III
PENUTUP
Perbedaan
Pembangunan Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi
- Pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur perekonomian.
- Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan
Persamaan Pembangunan Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi
- Kedua-duanya merupakan kecenderungan di bidang ekonomi.
- Pokok permasalahan akhir adalah besarnya pendapatan per kapita.
- Kedua-duanya menjadi tanggungjawab pemerintah dan memerlukan dukungan rakyat.
- Kedua-duanya berdampak kepada kesejahteraan rakyat.
- Pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur perekonomian.
- Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan
Persamaan Pembangunan Ekonomi dengan Pertumbuhan Ekonomi
- Kedua-duanya merupakan kecenderungan di bidang ekonomi.
- Pokok permasalahan akhir adalah besarnya pendapatan per kapita.
- Kedua-duanya menjadi tanggungjawab pemerintah dan memerlukan dukungan rakyat.
- Kedua-duanya berdampak kepada kesejahteraan rakyat.
Daftar Pustaka
Tulus T.H Tambunan. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan
Empiris. Ghalia Indonesia, Jakarta
Subandi
Komentar
Posting Komentar