MAKALAH SISTEM EKONOMI INDONESIA “ PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI ”
MAKALAH
SISTEM EKONOMI INDONESIA
“ PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI ”
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena rahmat dan
pertolongannya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam makalah ini
kami akan membahas tentang “
PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI
“.
Semoga dengan adanya makalah ini bisa membantu teman-teman.
Adapun yang menjadi tujuan penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas sistem ekonomi indonesia yang di berikan kepada mahasiswa.
Dalam penulisan makalah ini, kami
banyak mengacu pada karya-karya tulis orang lain. Oleh karena itu kami
sangat menghormati dan menghargai pikiran-pikiran penulis lain, yang menjadi
sumber acuan dalam penulisan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa isi dan uraian makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan makalah ini.
Kiranya karya tulis ini dapat bermanfaat dalam upaya
menambah wawasan pengetahuan maupun teori Sistem Ekonomi Indonesia bagi para
pembaca.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR
ISI ..........................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN......................................................................................
A. Latar
Belakang ......................................................................................
B. Tujuan
Penulisan ...................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN ......................................................................................
BAB
III PENUTUP ...............................................................................................
A. Kesimpulan
...........................................................................................
B. Saran
.....................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ...........................................................................................
BAB
1
PENDAHULUAN
Pengertian
perencanaan bermakna sangat kompleks apalagi disertai dengan istilah
pembangunan. Sampai sekarang belum ada definisi perencanaan yang memuaskan
untuk semua pihak. Karena masing-masing ahli tentang perencanaan yang memuaskan
untuk semua pihak. Karena masing-masing ahli tentang perencanaan mendefinisikan
menurut pengertiannya masing-masing. Hal ini seperti cerita tentang tiga orang
buta yang menyimpulkan bentuk gajah seperti bentuk bagian-bagian yang baru saja
dipegangnya.
Y.
Dior dalam bukunya “The Planning Process” mengatakan bahwa perencanaan adalah
suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan paada waktu
yang akan datang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Dengan definisi
tersebut berarti perencanaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. berhubungan dengan
hari depan
2. menyusun seperangkat
kegiatan secara sistematis
3. dirancang untuk
mencapai tujuan tertentu
Perencanaan
merupakan suatu proyeksi yang diharapkan terjadi dalam jangka waktu tertentu
dimasa yang akan datang. Oleh karena itu pembuat rencana perlu menghitung,
membuat asumsi-asumsi agar proyeksi tersebut dapat tercapai, disamping itu juga
perlu ada lembaga yang mampu mengkoordinasikan semua kegiatan yang direncanakan
tersebut.
Tujuan
akhir dari perencanaan ialah perbaikan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.
Memang ada beberapa pakar yang menganggap bahwa untuk mencapai tujuan tersebut
tidak harus selalu melalui perencanaan. Teori ini barangkali benar pada
zamannya ketika pengaruh dari luar belum banyak yang masuk. Tetapi teori ini
tidak bisa bertahan, terutama sejak terjadinya great depression sekitar tahun
1929 yang mengakibatkan kelesuan perekonomian dan pengangguran melanda dunia.
Kemudian muncul J.M Keynes yang menekankan pentingnya campur tangan pemerintah untuk menanggulangi situasi yang
tidak menguntungkan tersebut. Pemerintah harus melakukan investasi untuk
mengurangi tingkat pengangguran.
Sejak
saat itu, terutama sejak berakhirnya perang dunia II, banyak negara miskin yang
percaya bahwa pengaruh pemerintah dalam pengendalian perekonomian adalah
penting. Setelah The General Theory-nya Keynes, banyak berkembang pemikiran
tentang model-model ekonomi yang menggunakan linear programming, analysis input
output, game theory, dan sebagainya yang sangat berperan dalam pengembangan
teori perencanaa selanjutnya. Perkembangan kemajuan teori ekonomi makro yang
semakin pesat, namun pada waktu itu dunia masih bergelut dengan hancurnya
perekonomian akibat perang dunia II. Keadaan ini terjadi juga di Indonesia
waktu itu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan Pembangunan Di
Indonesia
Sejarah
perencanaan pembangunan di Indonesia sejak tahun 1945 hingga kini mengalami
berbagai perkembangan sejalan dengan tingkat stabilitas politik dan keamanan.
Artinya faktor-faktor sosial politik ekonomi, perhitungan akurat yang tidak
ambisius, pengawasan yang kontinyu, pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi
yang baik, serta pembiayaan yang memadai, merupakan hal yang sangat
mempengaruhi keberhasilan perencanaan pembangunan suatu negara.
Beberapa
ahli mengakui bahwa perencanaan adalah suatu pekerjaan besar dan rumit,
sedangkan pihak lain menganggap bahwa menyusun perencaan tidak lebih hanya
sebagai hisapan jempol saja. Namun demikian banyak diantara para ahli yang
menganggap bahwa dengan perencanaan, suatu kegiatan akan dapat dilaksanakan
lebih baik dari pada tanpa perencanaan sama sekali.
Menjelang
proklamasi, para tokoh kemerdekaan Indonesia masih berkonsentrasi pada
pembicaraan tentang politik, seperti masalah bentuk negara yang didirikan,
batas luas wilayah negara, dan kapan akan diproklamasikan. Sedangkan
perencanaan perekonomian tentunya belum terpikirkan secara mendalam di
pemikiran mereka.
Bagi
tokoh- tokoh kemerdekaan waktu itu yang penting proklamasi kemerdekaan dapat
segera dilaksanakan tanpa menunggu perencanaan yang rinci dibidang sosial,
politik dan ekonomi. Mereka mempunyai keyakinan apabila Indonesia menunggu
perencanaan yang lebih rinci, maka kemerdekaan tidak akan segera terwujud. Walaupun
belum ada perencanaan yang konkrit
mengenai masalah ekonomi, tetapi jalan ke arah sana terus dirintis. Hal ini
terbukti adanya pemikiran mengenai keharusan landasan idiil dan landasan
konstitusional negara Republik Indonesia ( sekaran dikenal dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945).
Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh para tokoh kemerdekaan saat sidang penyelidik usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, bila dihubungkan dengan definisi perencanaan
dapat disebut sebagai perencanaan. Perencanaan yang dirintis tokoh-tokoh
tersebut selanjutnya melandasi perencanaan ekonomi yang lebih terarah, baik
perencanaan jangka pendek, sedangkan maupun perencanaan jangka panjang pada
masa berikutnya.
Salah
satu kendala pada awal kemerdekaan adalah keterbatasan data, sehingga
pemerintah belum bisa menyusun perencanaan yang baik. Namun pemerintah
Indonesia terus berupaya memperbaiki perekonomian yang berantakan akibat
peperangan, pemberontakan, dan reformasi perpolitikan di Indonesia. Usaha-usaha
tersebut tercermin mulai dari pembentukan panitia pemikir siasat ekonomi sampai
disusunnya program pembangunan nasional (propenas).
Panitia
pemikir siasat ekonomi berhasil menelurkan dokumen perencanaan yang disebut
“dasar pokok plan mengatur ekonomi Indonesia.” Hal ini merupakan awal dari
serangkaian perencanaan jangka pendek dan jangka panjang dalam sejarah
perencanaan pembangunan di Indonesia. Seperti rencana Kasimo (1948-1950),
rencana urgensi perkembangan industri dan industri kecil (1951-1952), rencana
pembangunan lima tahun (1956-1960), rencana pemmbangunan semesta berencana
(1961-1969), rencana pembangunan lima tahun selama PJP I (1969/70- 1993/1994 =
5 pelita), dilanjutkan Repelita VI (1994/95- 1998/99), dan sekarang program
pembangunan nasional atau propenas (2000-2004).
a. Perencanaan mengatur ekonomi
Indonesia (1947).
Penetapan
presiden (penpres) No. 3 tahun 1947, tanggal 12 april 1947, memutuskan untuk
membentuk panitia ahli yang diberi nama panitia pemikir iasat ekonomi. Panitia
ini diketuai oleh wakil presiden Mohammad Hatta, dan A.K Gani, Muhammad Roem,
Syafroedin Prawironegoro masing-masing sebagai wakil ketua. Dilengkapi
sekretariat panitia pemikir yang beranggotakan Dr. Soemitro Djojohadikusumo,
Dr. Ong Eng Die, Dr. Ir. Samsoedin, Ir. Kasan Moetalib, Dr. Alfian Yoesoef
Helmi dan seorang ahli statistik. Program-program yang direncanakan dalam plan
mengatur ekonomi Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat
yang merata melalui:
1.
Mengintensifkan usaha produksi;
2.
Memajukan perdaganga internasional;
3.
Meningkatkan standar hidup masyarakat;
dan
4.
Meningkatkan kecerdasan bangsa.
Program-program
yang telah direncanakan tersebut akan dicapai melalui kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
-
Meningkatkan impor barang-barang
sandang, alat-alat transportasi dan perhubungan, barang-barang modal,
barang-barang keperluan lainnya.
-
Meningkatkan ekspor yang diprioritaskan
pada hasil perkebunan, kehutanan, minyak dan logam
-
Memperbaiki organisasi kedalam melalui:
penetapan upah minimum, perbaikan perumahan rakyat, transmigrasi, peningkatan
pembangunan jalan dan kereta api baru, bendungan, tenaga listrik dan pelabuhan,
industrialisasi, tambang dan minyak tanah, industri pertanian, pertanian dan
perikanan, penanaman hutan, pelayaran dan perhubungan antar pulau.
Dilihat
dari bagian tersebut diatas, perencanaan ini masih bersifat parsial yang
disesuaikan dengan keadaan waktu itu, saat negara sangat tidak stabil. Cara
bekerja panitia, termasuk panitia untuk masing-masing kelompok menjadi tidak
menentu. mereka banyak membicarakan masalah-masalah aktual yang terjadi pada
masa itu dan dalam lingkup wilayahyang tidak menyeluruh secara nasional.
b. Rencana Kasimo (1948-1950)
Pada
kabinet Amir Sjarifoeddin, menteri muda kemakmuran, I. J. Kasimo menyusun
rencana pertama yang berdimensi waktu, yaitu rencana produksi jangka menengah
dari tahun 1948-1950. Konsep perencanaan yang sangat sederhana ini bertujuan
untuk menanggulangi keadaan darurat waktu itu, mengingat perang masih terus
berkecamuk. Sejak perang kemerdekaan II yang meletus pada tanggal 19 desember
1948, Belanda menyerang seluruh kota yang dikuasai RI, dan berhasil memasuki
Ibukota RI di Yogyakarta dan menawan presiden dan wakil presiden, serta
beberapa mentri lainnya. Peristiwa ini sangat mengganggu pelaksanaan roda pemerintahan,
khususnya rencana Kasimo, sehingga pelaksanaannya tersendat-sendat. Karena
hubungan dengan dunia luar putus sama sekali, sehingga memperburuk situasi
perekonomian negara.
Masalah
yang sangat mendesak dan perlu segera ditanggulangi adalah penyediaan pangan.
Karena itu semua pemikiran rencana Kasimo ditujukan untuk memecahkan bagaimana
Indonesia dapat mencapai swasembada pangan. Menurut rencana Kasimo, swasembada
pangan dilakukan baik melalui usaha intensifikasi dengan menggunakan bibit
unggul, maupun usaha ekstensifikasi di daerah-daerah yang masih banyak terdapat
“lahan tidur”. Kasimo misalnya, menyarankan agar tanah-tanah kosong di Sumatera
Utara ditanami dan menggalakkan intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul.
Setiap desa harus menyiapkan ladang persemian bibit unggul. Usaha peningkatan
produksi peternakan ditempuh dengan melarang penyembelihan dan penggunaan
ternak yang tidak perlu.
Pelaksanaan
rencana Kasimo sangat tidak menentu disebabkan sebagian besar wilayah RI masih
diduduki Belanda, tetapi sebenarnya dalam rencana ini banyak petunjuk praktis
yang mudah dilaksanakan.
c. Rencana urgensi perkembangan
industri dan industri kecil (1951-1952)
Rencana
urgensi untuk perkembangan industri dan industri kecil dicanangkan oleh
Sumitro Djojohadikusumo antara tahun
1951-1952. Rencana ini didasarkan pada pemikiran bahwa industrialisasi
dipandang sebagai bagian integral dari kebijakan umum untuk menambah kekuatan
ekonomi nasional yang sehat. Dalam rangkaian rencana ini industri-industri
besar diharapkan dapat menciptakan external economies, sehingga dapat menjadi
faktor strategis bagi perkembangan sektor-sektor lainnya.
Konsep
dasar rencana ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
-
Memperbaiki dan memperkuat balai-balai
penelitian dan pendidikan untuk mempercepat perkembangan industri.
- Menambah
pinjaman kepada perusahaan kerajinan rumah tangga dan industri kecil untuk
memperkuat kedudukan ekonomi mereka dan memungkinkan meningkatkan mekanisasi
perusahaan.
- Mendirikan
induk-induk perusahaan dengan bantuan langsung dari pemerintah pada pusat-pusat
industri di daerah agraria. Tujuannya untuk membimbing perusahaan-perusahaan
kecil, perseorangan, baik dalam proses produksi maupun pembelian bahan mentah,
dan penjualan barang jadi.
- Mendirikan
perusahaan-perusahaan industri besar pada sektor-sektor yang dipandang penting
dengan biaya pemerintah dan swasta.
Dalam evaluasi
pelaksanaan sampai dengan akhir tahun 1952, banyak proyek yang belum dapat
diselesaikan, bahkan sampai tahun 1954 sebagian besar proyek-proyek yang
direncanakan masih terbengkalai.
Faktor-faktor yang
menghambat pelaksanaan rencana ini meliputi dua faktor, yaitu faktor intern dan
faktor ekstern. Faktor intern meliputi organisasi yang jelek, pengalaman manajerial
yang kurang memadai, dan kekurangan tenaga ahli. Sedangkan faktor ekstern meliputi
masalah birokrasi. Terutama peraturan mengenai keuangan negara dan kurangnya
koordinasi antar institusi. Untuk membantu industri-industri kecil, telah
didirikan induk-induk perusahaan yang berfungsi untuk:
a) Memperbaiki
kualitas industri kecil
b) Mengorganisasikan
teknik produksi yang lebih baik
c) Membuat
standarisasi kualitas
d) Memperkenalkan
bentuk-bentuk organisasi baru yang lebih efisien
e) Memberi
pemahaman tentang organisasi dan koperasi kepada para pengusaha
f) Mengoranisasikan
penjualan hasil dan pembelian bahan mentah secara bersama-sama
Hasil-hasil dari
rencana urgensi perkembangan industri dan industri kecil sebagian masih ada
sampai sekarang dan bahkan beberapa induk perusahaan masih berfungsi sebagai
pendorong perkembangan industri kecil disekitarnya, misalnya:
v Induk
pengerjaan kayu di Klender
v Induk
pengerjaan keramik di Pleret (Purwakarta), Mayong (Kudus) dan Malang
v Induk
pengerjaan tekstil di Majalaya
v Induk
pengerjaan besi di Cisaat (Sukabumi), Ciwidey (Bandung), Batur, Bareng (Kudus)
dan Madiun
v Induk
penyamakan dan pengerjaan kulit di Pamekasan, Magelang dan Magetan
v Induk
pengerjaan payung di Solo, dan Sidoarjo.
v Industri
pengecoran besi di Batur, pengecoran kuningan di Pasuruan dan Sukaraja,
pengecoran perak di Kotagede (Yogyakarta).
Pembangunan induk
industri kecil ini walaupun pelaksanaannya tidak separah pembangunan industri
besar, tetapi masih juga mengalami hambatan terutama dalam hal peningkatan
sumber daya manusia serta penyediaan bahan mentah. Dengan mempertimbangkan
pengalaman akan kegagalan pelaksanaan perencanaan dimasa lampau, maka dirasakan
kebutuhan adanya suatu badan khusus yang berkewajiban menyusun perencanaan
sosial-ekonomi indonesia. Dengan peraturan pemerintah N0. 2 tahun 1952
dibentuklah dewan perancangan negara. Dewan perancangan negara mempunyai ini
mempunyai suatu badan penyelenggara dengan nama biro perancang negara yang
diketuai oleh seorang direktur yang diangkat oleh presiden atas usul perdana
menteri. Biro perancang negara ini telah berhasil melaksanakan tugasnya
menyusun rencana pembangunan lima tahun 1956-1960.
d.
Rencana
pembangunan lima tahun (1956-1960)
Dengan
mempertimbangkan pengalaman dan kegagalan pelaksanaan perencanaan dimasa
sebelumnya, maka kebutuhan sebuah badan khusus yang berkewajiban menyusun perencanaan
sosial ekonomi di Indonesia. Dengan peraturan pemerintah Nomor 2 tahun 1952
dibentuk dewan perancang negara. Dalam melaksanakan tugas, Biro Perancang
Negara dalam periode Perdana Menteri Juanda berhasil mencanangkan dan menyusun
rencana pembangunan jangka menengah pertama yang disebut Rencana Pembangunan
Lima Tahun 1956-1960.
Rencana
jangka menengah ini mencakup aspek pembangunan yang lebih luas dari pada
rencana pembangunan sebelumnya. Repelita dilihat dari metode perencanaan,
disusun secara lebih jelas dan sistematis. Namun masalah yang dihadapi rencana
pembangunan ini adalah masalah klasik, yaitu pembiayaan. Pembiayaan pembangunan
kemudian direncanakan dari sumber dalam negeri dan pinjaman luar negeri,
termasuk hibah dan rampasan perang dari Jepang.
Walaupun
rencana undang-undang repelita disetujui DPR pada tanggal 1 november 1958,
namun dalam perjalanannya mengalami berbagai perubahan. Perubahan-perubahan
tersebut berkisar pada sumber-sumber pembiayaan. Situasi selama periode ini
memang masih kurang stabil yang disebabkan oleh:
-
Sengketa mengenai irian barat yang
memerlukan biaya tidak sedikit
-
Perkiraan biaya repelita yang didasarkan
tahun-tahun sebelumnya dianggap “normal” akibat Korean Boom ternyata meleset
-
Data statistik yang kurang akurat
-
Jangka waktu rencana yang cukup panjang
mengakibatkan perkiraan-perkiraan sering salah atau menyimpang dari rencana.
Kegagalan repelita
kecuali disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri juga
dipengaruhi oleh keadaan luar negeri yang tidak menguntungkan. Yaitu terjadinya
resesi Amerika Serikat dan Eropa selama 1957 dan 1958. Keadaan ini
mengakibatkan cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan. Untuk itu
pemerintah terpaksa memperketat impor, baik impor barang-barang konsumsi maupun
barang modal.
Keadaan politik dalam
negeri juga mempengaruhi pelaksanaan repelita. Ketegangan antara pusat dan
daerah mengakibatkan daerah menentukan kemauan sendiri, misalnya dengan
melakukan barter gelap dengan luar negeri, sehingga sangat merugikan pendapatan
negara. Untuk memulihkan stabilitas politik dalam negeri terpaksa dikeluarkan
biaya yang besar terutama untuk sektor keamanan dalam negeri, yang
mengakibatkan pemerintah mengalami defisit anggaran belanja.
B.
Garis-garis
Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama (1961-1969)
1. Dewan
perancang nasional (Depernas).
Dari pengalaman
pemerintah sebelumnya, semakin disadari perlunya diadakan semacam lembaga yang
mengatur perencanaan pembangunan untuk kepentingan masa depan bangsa. Dengan undang-undang
nomor 80 tahun 1958 dibentuklah dewan perancang nasional yang pelaksanaannya
ditetapkan dengan peraturan pemerintah nomor 1 tahun 1959.
Rencana pembangunan
yang akan disusun oleh dewan perancang nasional bersifat menyeluruh. Tugas
dewan perancang nasional adalah mempersiapkan rancangan undang-undang
pembangunan nasional yang berencana dan menilai penyelenggaraan pembangunan.
Hasil kerja dewan perancang nasional disampaikan kepada dewan menteri untuk
kemudian diajukan kepada dewan perwakilan rakyat.
Dewan perancang
dipimpin oleh seorang ketua dan beberapa wakil ketua. Kemudian ada revisi,
dimana ketua dijabat oleh menteri ex officio. Anggota depemas, diangkat oleh
pemerintah, terdiri dari orang-orang yang mempunyai keahlian dibidang ekonomi,
teknik, sosial-budaya, wakil-wakil provinsi, golongan fungsional dan
pejabat-pejabat lainnya.
Depernas
menitikberatkan perencanaan pembangunan yang memberikan kemakmuran kepada
sebagian besar rakyat yang masih menderita. Depernas mulai bekerja pada tanggal
28 agustus 1959, dan dalam waktu 10 bulan berhasil menyusun rumusan akhir
rencana pembangunan nasional semesta tahapan pertama (1961-1969)
2. Rencana
pembangunan semesta berencana tahap pertama (1961-1969)
Pembangunan
semesta berencana adalah rencana jangka menengah terpanjang dalam sejarah
perencanaan pembangunan di Indonesia. Jangka waktu 8 tahun merupakan kurun
waktu cukup panjang dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu. Rencana
pembangunan jangka menengah ini kemudian ditetapkan ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960
tentang garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana tahapan
pertama (1961-1969).
Tujuan
pembangunan nasional semesta berencana adalah untuk menciptakan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Pada tahap pertama
depernas memperkenalkan program-program yaang berisi proyek dengan tujuan
meningkatkan pendapatan nasional. Disamping itu terdapat proyek yang diharapkan
memberi hasil kekayaan alam.
Dalam
perjalanannya, pembangunan semesta berencana memerlukan kesinambungan
perencanaan dimasa mendatang. Untuk itu diperlukan badan yang mempunyai
wewenang mengkoordinasikan perencanaan sektoral dan regional, serta melakukan
pengawasan dan penilaian atas rencana yang disusun. Karena itu sebagai
pengganti dewan perancang nasional dibentuk badan perencanaan pembangunan
nasional (Bappenas) yang kita kenal sampai sekarang, melalui penetapan
pemerintah RI Nomor 12 tahun 1963. Penpres mengenai Bappenas diperbaharui
beberapa kali, terakhir dengan keputusan presiden Nomor 35 tahun 1973.
Sinkronisasi perencanaan sektoral dan regional dianggap sangat penting, karena
itu untuk kelancaran berkoordinasi maka dibentuklah badan perencanaan
pembangunan daerah (Bappeda), dengan kepres Nomor 19 tahun 1964.
Walaupun
ada penyempurnaan kelembagaan dibidang perencanaan, namun dalam pelaksanaannya
pembangunan nasional semesta berencana menemui berbagai hambatan antara lain,
inflasi dalan negeri yang tidak terkendali, akibat pengeluaran untuk
proyek-proyek yang kurang produktif dari segi ekonomi. Bahkan untuk
menganggulangi masalah tersebut pemerintah melakukan senering nilai rupiah dari
Rp 1.000,00 menjadi Rp 1,00 pada bulan desember 1965. Keadaan ini dipengaruhi
oleh pemberontakan G30 S PKI yang memporak-porandakan seluruh sistem
perekonomian dan rencana pembangunan semesta berencana berakhir dengan
kegagalan.
C.
Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Pertama (PJP I) dan Kedua (PJP II).
Pembangunan
Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan kemajuan dalam segenap aspek
kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan yang cukup kuat bagi bangsa
Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang Kedua sebagai awal bagi
kebangkitan nasional kedua dan proses tinggal landas. Pembangunan ekonomi pada
Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah banyak mencapai kemajuan dan telah
berhasil meningkatkan taraf hidup serta harkat dan martabat rakyat Indonesia.
Sasaran pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah dapat
diwujudkan, yaitu telah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan struktur ekonomi
yang makin seimbang antara industri dan pertanian. Keberhasilan pembangunan di
bidang ekonomi telah memberikan dukungan dan dorongan terhadap pembangunan di
bidang-bidang lainnya sehingga terciptalah landasan yang mantap bagi bangsa
Indonesia untuk memasuki tahap pembangunan berikutnya. Meskipun telah tercapai
banyak kemajuan, masih banyak pula tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya
terpecahkan yang masih perlu dilanjutkan upaya mengatasinya pada Pembangunan
Jangka Panjang Kedua.
Usaha-usaha
rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi menampakkan hasil terutama dalam
pengendalian laju inflasi. Situasi yang kondusif ini mendorong dirintisnya
perencanaan-perencanaan yang lebih terkoordinasi dan teratur. Sejak itu dimulai
penyusunan repelita I (1969/1970-1974/1975) sampai dengan repelita V, yang
disebut juga sebagai pembangunan jangka panjang tahap pertama (PJP I). Dan
repelita VI sampai dengan repelita X yang disebut pembangunan jangka panjang
kedua (PJP II).
Rencana-rencana
tersebut merupakan penjabaran politik pembangunan dalam GBHN. Repelita-repelita
tersebut kemudian dijabarkan lagi dalam perencanaan tahunan (APBN) yang dimulai
setiap awal tahun anggaran. Penyusunan rencana ini menggunakan model yang lebih
maju dari tahun-tahun sebelumnya, yakni melalui pendekatan-pendekatan
kuantitatif. Kemudian perencanaan kerangka makro pun selalu dikombinasikan
dengan perencanaan sektoral dan regional sehingga repelita merupakan
perencanaan yang terpadu dan komprehensif. Untuk menjaga transparansi baik
repelita maupun rencana tahunan (APBN) selalu dikonsultasikan dan dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan DPR.
Faktor-faktor
yang memungkinkan keberhasilan perencanaan pada masa orde baru ini adalah:
1.
Kestabilan poitik dalam negeri yang
mendukung
2.
Kestabilan keamanan
3.
Perencanaan disusun oleh orang-orang
yang ahli dibidangnya
4.
Perencanaan yang realistis, yang
disesuaikan dengan kemampuan sumber daya dan dana
5.
Koordinasi yang baik antara perencanaan
pusat dan daerah
6.
Perencanaan disusun tidak hanya dari
atas kebawah, tetapi dari bawah ke atas
7.
Perencanaan diikuti dengan sistem
pemantauan dan pengawasan yang terus-menerus
8.
Perencanaan yang transparan dan dapat
diterima oleh masyarakat.
Sedangkan titik berat pembangunan
jangka panjang kedua yang dimulai pada pelita VI atau sering disebut sebagai
tahap tinggal landas diletakkan pada bidang ekonomi, sebagai penggerak
pembangunan seiring dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, terkait dan
terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya. Sedangkan prioritas
pembangunan lima tahun ketujuh adalah pembangunan ekonomi dengan kesepadanan
dan keterkaitan antara sektor industri dan pertanian, serta sektor-sektor
lainnya seiring dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia.
D.
Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS)
Krisis ekonomi dan moneter, serta
gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa, ditandai dengan tumbangnya rezim
orde baru yang otoriter, mendorong terjadinya kemajuan dibidang politik,
penegakkan kedaulatan rakyat, peningkatan peran masyarakat dengan mengurangi
peran pemerintah dalam kehidupan politik, dengan terselenggaranya sidang
istimewa MPR 1998, penyelenggaraan pemilu tahun 1999 dengan banyak partai. Dan
sidang umum MPR 1999 yang menyusun GBHN 1999-2004, serta melahirkan
pemerintahan baru dibawah presiden Abdurrahman Wahid.
Pemerintahan baru ini menyusun
program pembangunan nasional berdasarkan GBHN tersebut dengan 12 misi, dan 3
diantaranya prioritas dibidang ekonomi, yaitu:
1.
Pemberdayaan masyarakat dan seluruh
kekuatan ekonomi nasional, terutama bagi pengusaha mikro, kecil, menengah dan
koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
2.
Perwujudan otonomi daerah dalam rangka
pengembangan daerah dan pemerataan pertumbuhan dalam wadah NKRI
3.
Perwujudan kesejahteraan daerah ditandai
oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi
perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang,
papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja.
Langkah-langkah yang dilakukan
untuk pemulihan perekonomian dalam jangka pendek adalah:
1.
Langkah yang ditempuh ada tiga, yaitu:
(a) kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong
kegiatan ekonomi, (b) mempercepat restrukturisasi perbankan dan perusahaan, (c)
memulihkan kembali kepercayaan pasar melalui transparansi kebijakan.
2.
Kebijakan fiskal diarahkan untuk
meringankan dampak krisis dan mendukung desentralisasi
3.
Tingkat stimulus fiskal secara bertahap
dikurangi dan kebijakan moneter diperlonggar, seiring dengan pulihnya sektor
swasta dan perekonomian secara keseluruhan. Agar kebijakan fiskal bekerja
seiring dengan kebijakan moneter, defisit anggaran dibiayai dari pinjaman luar
negeri.
4.
Menuntaskan restrukturisasi perbankan
dengan rekapitulasi perbankan
5.
Melaksanakan prinsip transparansi yang
menghendaki akuntabilitas dalam menjalankan berbagai kebijakan.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam
memantapkan landasan perekonomian jangka menengah adalah:
1. Dalam
jangka menengah ada empat kebijakan ekonomi yang telah disiapkan, yaitu: (a)
memperkuat kelembagaan dan sekaligus memperluas partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pembangunan, (b) mengupayakan agar APBN berkesinambungan, (c) mencegah
hutang swasta yang tidak terkendali, (d) mengupayakan operasi perbankan
nasional yang mengikuti prinsip kehati-hatian dan efisien.
2. Melaksanakan
berbagai pembenahan yang mendasar untuk memperkuat kelembagaan menuju good
governance, dengan pilar utamanya penyempurnaan sistem pengelolaan pemerintahan
yang menganut prinsip transparansi dan accountability, serta sistem hukum dan
perundang-undangan.
Sasaran yang ingin dicapai dari program
pembangunan nasional, yaitu:
·
Pemantapan proses perencanaan
(penyusunan rencana) dan pemrograman pembangunan jangka menengah Bidang
kimpraswil dengan menerapkan manajemen kelembagaan yang dinamis, serta
mengaktualisasikan prinsip-prinsip desentralisasi, akuntabilitas, partisipasi
dan pengolahan sumber daya manajemen serta organisasi secara efektif dan
efisien.
·
Peningkatan pencapaian pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan kualitas hasil-hasil pembangunan, khususnya pembangunan
dibidang pemukiman dan prasarana wilayah.
Pelajaran
penting pada masa krisis ekonomi adalah pentingnya mengintegrasikan nilai
keadilan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari cita-cita untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang
hendak dicapai harus dapat dinikmati oleh masyarakaat luas secara berkeadilan.
Oleh karena itu, pada masa reformasi ini harus bersungguh-sungguh dalam merubah
paradigma pembangunan ekonomi yang bertumbu pada pertumbuhan ke paradigma
pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemerataan. Hal ini sejalan dengan GBHN
1999-2004 yang telah mengamanatkan bahwa perekonomian dibangun berlandaskan
sistem ekonomi kerakyatan, dimana kekuatan ekonomi rakyat dikembangkan menjadi
tulang punggung pembangunan ekonomi nasional.
E. GBHN 2005-2009, 2010-2014
GHBN
merupakan dasar bagi setiap repelita. Artinya repelita bukan hanya tidak boleh
berlawanan dengan GBHN, melainkan justru repelita adalah jabaran operasional
dari GBHN, jadi, GBHN lah yang menjadi acuannya. Dalam pembangunan repelita V,
pertama-tama dikemukakan bahwa sasaran yang hendak dicapai pada akhir Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) disemua bidang, yang seluruhnya meliputi
bidang-bidang ekonomi, sosial-budaya, politik dan pertahanan keamanan.
Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis
besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN
ditetapkan oleh MPR
untuk jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi
perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya, UU
no. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya
Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam
bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20
tahun, yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi
dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di
tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah, dengan
merujuk kepada RPJP Nasional.
1. GBHN
2005-2009
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintah. Hal ini tercantum
dalam UUD 1945, sebab sekarang tidak ada lagi Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dalam sistem ketatanegaraan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan menetapkan UU No. 17/2007 mengenai Rancangan Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP). Setelah tidak ada lagi GBHN, maka RPJP dikemas dalam bingkai
undang-undang untuk setidaknya menggantikan peranan GBHN di masa lalu. Dalam regulasi itu berisikan visi, misi, tahapan, dan prioritas pembangunan
berbagai bidang yang berdimensi jangka panjang. Sedangkan penjabaran dan
pelaksanaan dimasukkan dalam empat periode rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM). Tahap pertama 2005-2009, kedua 2010-2014, tahap ketiga 2015-2019, dan
keempat 2020-2024.
2. GBHN
2010-2014
Negara
Indonesia memasuki usia 63 tahun merdeka masih memerlukan jalan panjang untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sebagai upaya untuk mewujudkan hal
tersebut maka, disusunlah perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan
pembangunan nasional telah dimulai sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1997
melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita); Pada tahun 1999-2004 melalui
Program Pembangunan Nasional (Propenas); dan Tahun 2004-2009 melalui Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Namun
demikian, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur melalui berbagai
program perencanaan tersebut masih menghadapi hambatan dan kendala yang tidak
mudah untuk diselesaikan, walaupun juga tidak sedikit pencapaian pembangunan
nasional yang telah dilakukan. Pengalaman demi pengalaman, baik yang diperoleh
dari faktor internal maupun eksternal seperti globalisasi dunia telah membuat
Bangsa Indonesia belajar banyak untuk menyusun tahapan perencanaan pembangunan
yang lebih baik pada tahun-tahun mendatang.
Berdasarkan
pengalaman yang ada, perencanaan pembangunan lima tahun ke depan (2010-2014)
perlu dilakukan secara lebih komprehensif, dalam arti bidang-bidang pembangunan
harus dianggap sebagai sub-sub sistem yang saling mendukung untuk mewujudkan
sistem yang diinginkan yaitu masyarakat adil dan makmur. Pengutamaan satu sub
sistem tanpa mempertimbangkan sub sistem lainnya akan mengakibatkan
terhambatnya pencapaian perwujudan sistem sebagaimana disebutkan di atas.
Demikian pula dengan 3 (tiga) pelaku pelaksana sub-sub sistem, yaitu
Pemerintah, Dunia usaha dan Masyarakat yang bersatu, bahu membahu dengan tekad
bulat bekerja bersama, merupakan prasyarat yang paling menentukan terciptanya
harmonisasi antar sub-sub sistem.
Berbagai
dinamika terjadi dalam penyelenggaraan negara selama ini juga memiliki dampak
yang cukup signifikan terhadap perencanaan pembangunan nasional yang menjadi
salah satu faktor pendorong perubahan yang signifikan dalam proses pengambilan
keputusan publik, antara lain bentuk perubahan sistem pemerintahan dari yang
otokratik menjadi demokratik; sistem politik yang berubah dari monolitik
menjadi pluratistik; hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
dimana telah terjadi pergeseran kewenangan dimana pemerintah daerah diberikan
lebih banyak keleluasaan dalam melakukan pengembangan dan pembangunan pada
wilayahnya masing-masing melalui proses desentralisasi; penyelenggaraan
pelayanan publik yang mengalami pergeseran nilai terhadap tuntutan peningkatan
kualitas pelayanan publik yang bebas dari pungutan, transparan dan terbuka; dan
pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Kesemua hal
tersebut membutuhkan suatu perencanaan yang dapat mengakomodasi kebutuhan
berbagai bidang pembangunan.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Perencanaan
pembangunan adalah suatu proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan pembangunan
secara sistematis dimana pilihan-pilihan tersebut dilakukan secara skala
prioritas dan bermanfaat bagi masyarakat baik secara efisien dan efektif berdasarkan
ukuran atau ketentuan yang dipilih sebelumnya.
Krisis ekonomi dan moneter, serta
gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa, ditandai dengan tumbangnya rezim
orde baru yang otoriter, mendorong terjadinya kemajuan dibidang politik,
penegakkan kedaulatan rakyat, peningkatan peran masyarakat dengan mengurangi
peran pemerintah dalam kehidupan politik, dengan terselenggaranya sidang
istimewa MPR 1998, penyelenggaraan pemilu tahun 1999 dengan banyak partai. Dan
sidang umum MPR 1999 yang menyusun GBHN 1999-2004, serta melahirkan
pemerintahan baru dibawah presiden Abdurrahman Wahid.
Daftar Pustaka
Subandi.2004. Sistem
Ekonomi Indonesia. Jakarta : alfabeta
Drs. Soetrisno P H. 1992. Kapita selekta ekonomi Indonesia. Yogyakarta: penerbit Andi Offset.
B.S. Muljana. 2001. Perencanaan pembangunan nasional. Jakarrta: penerbit universitas
Indonesia.
Blog at WordPress.com. |
Theme: Dark Wood by Nischal Maniar.
Komentar
Posting Komentar