MAKALAH MANAJEMEN BISNIS PENDIDIKAN MANAJEMEN & TREND BISNIS





 MAKALAH

MANAJEMEN BISNIS
PENDIDIKAN MANAJEMEN & TREND BISNIS










ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nyalah maka makalah ini dapat diselesaikan. Dalam makalah ini membahas tentang PENDIDIKAN MANAJEMEN & TREND BISNIS…..
Tak lupa kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sampai selesai, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pepatah mengatakan TAK ADA GADING YANG TAK RETAK,demikian pula dengan makalah sederhana yang telah kami susun ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Kupang, Desember 2012

                                                                                                                    
Penulis


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENULISAN
MANFAAT PENULISAN…………………………………………………………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………………………….
A.      PENDIDIKAN & BISNIS: STANDAR GANDA………………....………………………………………………………………….
B.      MACRO IMPERATIVES……………………………………………………………………….………………………………………….
C.      SUBSTANSIAL: PROFESIONALISME………………………………………………………………………………………………..
D.      WAWASAN DAN PERILAKU USAHA………………………………………………………………………………………………..
E.       RESTRUKTURISASI……………………………….………………………………………………………………………………………..
F.       KEPEMIMPINAN………………………………………………………………………………………………………………………….…
G.     KEMITRAAN…………………………………………………………………………………………………………………………………..
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………………………………
KESIMPULAN………………………………………………………………………………………………………………………………………..










BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dari perspektif pertumbuhan, kepesatan ekonomi Indonesia masuk dalam kategori tertinggi didunia. Dengan pendapatan perkapita rata-rata sekitar 1.200 USD, bangsa Indonesia juga sudah memasuki kelompok middle income economies. Karena itu memang cukup beralasan, bila sementara pengamat menilai Indonesia sebagai miracle-maker. Apalagi mengingat pengalaman pahit sekitar 30 t5ahun lalu, ketika perekonomian Indonesia dililit infliasi 600% dan dengan income perkapita hanya sekitar US$ 60.
Dunia usaha kita misalnya, sampai sekarang bukan Cuma strukturnya yang belum berimbang, tetapi fungsinya untuk sekaligus mencetak pemimpin dan manajer-manajer bisnis professional, bisa dikatakan belum berjalan. MNC disini cukup berjasa untuk mencetaksejumlah professional lewat proses transfer of managerial know-how, tetapi jumlah pengeluarannya tetap saja tidak memadai.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dibawah ini adalah:
v  Menjelaskan apa itu Standar Ganda?
v  Menjelaskan apa itu Macro imperatives?
v  Menjelaskan apa itu Profesionalisme?
v  Mejelaskan mengenai Wawasan dan Perilaku Usaha?
v  Menjelaskan apa itu Restrukturisasi?
v  Menjelaskan tentang kepemimpinan itu sendiri
v  Menjelaskan apa  itu kemitraan!

C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui dan meningkatkan pola pikir ilmiah mahasiswa mengenai Pendidikan Manajemen & Trend Bisnis.

D.    MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan makalah ini adalah mempermudah pembaca dalam mempelajari Pendidikan Manajemen & Trend Bisnis beserta dengan teori-teori yang berkaitan dan dapat dijadikan bahan referensi dalam proses pembelajaran.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENDIDIKAN DAN BISNIS: STANDAR GANDA
Survey angkatan kerja nasinal (tahun 1990) menemukan sekitar 80% angkatan kerja kita berpendidikan SD kebawah. SLTP/SLTA 18,2%, PT 1,86%. Bahkan dari keseluruhan78 juta SDM berpendidikan kita, Cuma 1% berpendidikan tinggi, lebih 80% lulusan SD kebawah. Sementara itu dari keseluruhan penduduk Indonesia (data 1989), belum cukup setengah persen yang belum ernah mengikuti pelatihan, sebagaimana diungkap Ganewati Wuryandari, MA dari LIPI.
Kita bahkan harus prihatin melihat kenyataan bahwa diantara 25 sekolah bisnis paling top di Asia/Australia, seperti diuraikan majalah Asia, Inc. di ASEAN saja kita sudah tertinggal dari Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina; apalagi misalnya dengan Jepang, Hongkong, India, dan Australia. Masalah klasik kita yang sampai hari ini agaknya masih benar, bahwa yang dominan dalam proses ajar-mengajar ialah kombinasi ceramah-hafalan.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan di abad XXI, peserta didik kita pertama-tama haruslah dibekali tempaan-tempaan lapangan dengan porsi yang makin besar. Kedua, institusi pendidikan/pelatihan dan dunia usaha (industry) semakin tidak layak dikelola sebagai pilar pembangunan yang masing-masing terpisah. Ketiga dunia usaha, pendidikan dan pemerintah selayaknya menerapkan pendekatan “aliansi strategis” untuk mengembangkan semacam joint development program, khususnya dalam menjawab kebutuhan akan pimpinan, manajer dan professional yang benar-benar berkompeten.
Oleh karena itu dalam proses lanjutan pembangunan nasional kita, kami melihat tesis David Warwick (1993). Ia menawarkan bahwa “kekayaan suatu Negara terletak pada masyarakatnya. Pada saat perubahan sosial yang cepat, belajar menjadi proses yang berkesinambungan dari ruang kelas ketempat kerja dan lebih dari itu. Dalam setiap tahapan proses tersebut nilai tambah diperoleh baik untuk individu maupun masyarakat”. Tapi yang ingin digaris bawahi betul ialah kelanjutan tawarannya tersebut, yakni sebuah tawaran baru bahwa “Oleh karena itu, industry dan pendidikan merupakan pasangan kembar dari pembangunan masa kini yang tidak dapat berjalan secara terpisah. Keduanya membentuk modal kerja yang merupakan kebijakan terhadap kemakmuran masa depan”.

B.     MACRO IMPERATIVES
Diperkirakan bahwa 10 tahun dari sekarang sektor infrastruktur kita memerlukan investasi sekitah 200 milyar USD. Kalaulah rata-rata investasi tersebut terdistribusi masing-masing 40 juta USD per perusahaan, maka aka nada 5000 perusahaan.bila setiap perusahaan memerlukan 5 direktur, 20 manajer menengah, 100 manajer junior/supervisor dan 200 tenaga teknis professional yang terampil, maka sektor infrastruktur saja memerlukan 1.625.000 tenaga yang berkualifikasi “world class”.
Jika kita tidak bisa mencetak, maka dunia usaha dan perekonomian kita justru memiliki ketergantungan baru, yaitu ketergantungan pada manajer/tenaga asing kendati harus dibayar dengan amat mahal.
Opportunity dipasar kita sendiri, yang praktis telah menjadi bagian dari pasar global, akhirnya akan menguntungkan rang lain. Dan ini sudah terbukti dari kisah MNC asing. Mereka memberi pengalaman bisnis secara modern, mencetak pemimpin-pemimpin bisnis dan manajer.

C.    SUBSTANSIAL: PROFESIONALISME
Peran pemerintah/Negara memang diperlukan. Sayangnya, tak jarang intervensi terjadi bukan karena panggilan untuk menjamin kuasa keadilan dan keseimbangan didalam mekanisme pasar tersebut.disini kitapun perlu berhati-hati dengan istilah konsistensi tersebut.
Bila transparasi dan harmonisasi, serta koordinasi dan konsistensi sudah membudaya, maka proses adaptasi dan revormasi dunia usaha menuju abad XXI, dan tidak lagi dikendorkan oleh kebocoran-kebocoran system.
Karena itu baik para penentu kebijakan ekonomi maupun para pelaku usaha, sekarang makin tertantang untuk mencerahkan peran-peran strategisnya secara etik dan moral. Inilah sebetulnya substansi provesionalisme, bersama keahlian dan keterampilan.
Bila para pelaku usaha berpola piker dan berperilaku begitu, niscaya cita-cita Indonesia.Inc akan segera menjadi kenyataan.sang pengusaha tidak lagi kesulitan memposisikan ruang keseimbangan: yakni antara tugas pokok dan tugas sosial mereka. Yang terus diburu bukan Cuma keuntungan financial. Perolehan nilai tambah sosial dan nilai tambah kultur juga merupakan misi melekat pada kegiatan dan proses bisnisnya. Sampai disini sudah terasa, bahwa untuk memasuki arena persaingan pasar dan investasi terbuka diera perdagangan bebas abad XXI, perekonomian kita masih memerlukan berbagai penyesuaian.
Oleh karena itu dalam menanggapi konsekuensi-konsekuensi logis globalisasi dan regionalisasi tersebut, dari perspektif dunia usaha, yang perlu kita kedepankan antara lain perubahan wawasan dan perilaku usaha, restrukturisasi badan usaha, pengembangan kepemimpinan, serta kemitraan dalam dunia usaha.

D.    WAWASAN DAN PERILAKU USAHA
Organisasi-organisasi usaha selama sekitar 50 tahun ini pada umumnya lahir, dikelola dan digerakan oleh keluarga. Wawasan dan perilaku, keberusahaan mereka adalah pedagang; sementara mata dagangan terpenting umumnya adalah hasil-hasil bumi. Dengan kata lain, mereka menjual apa yang dengan mudah mereka produksi umumnya berbasis sumber daya alam bukan memproduksi kebutuhan pasar, apalagi prioritas permintaan pasar.
Itulah gambaran awal swasta dan koperasi. BUMN yang dimiliki Negara, mula-mula digerakan lebih karena factor push konstitusi: yang mengamanahkan bahwa cabang-cabang produksi yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, dikuasai Negara. BUMN kemudian menjadi raksasa yang sulit merumuskan efisiensinya karena monopoli.
Sementara itu sebagai organisasi usaha, koperasi masih terlalu sibuk dengan kesejahtraan anggota. Keuntungannya, kalaupun ada, bagian terbesarnya habis terbagai demi kesejahtraan anggota. Padahal sebagai sokoguru perekonomian nasional, koperasi perlu menggerakan cash-flownya sebagaimana selayaknya sebuah badan usaha.
Analisis dan deskripsi seperti ini sebenarnya mengungkap bahwa, semangan entrepreneurship rakyat pernah amat berjasa menggerakan perekonomian kita. Namun wawasan dan perilaku dagang (trader) seperti itu sudah amat perlu ditransformasikan. Tidak terkecuali praktek-praktek monopolistic-birokratis dan perilaku konsumtif (koperasi).
Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa yang unggul diabad XXI adalah ekonomi yang berbasis knowledge dan informasi. Basis pengetahuan dan informasilah yang memperbesar bobot dari suatu produk. Demikian juga dunia usaha, manajer dan pemimpin bisnis. Kompetensi dan keberhasilan seseorang manajer dimasa mendatang akan lebih ditentukan oleh attitude, serta keterampilan dan kemampuannya mengelola pengetahuan dan informasi sebagai factor keunggulan daya saing.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa wawasan dan perilaku usaha kita harus diorientasikan: terutama dari alam pemikiran protektif kepasar bebas; local ke global; solo ke aliansi; oportunistik ke entrepreneurial; menjual ke melayani; bergantung pada sumber daya alam ke bergantung pada kecerdasan otak dan keteguhan etik.

E.     RESTRUKTURISASI
Pada tingkat pelaku utama ekonomi; restrukturisasi juga memiliki tujuan umum, diantaranya ramping dan lincahnya organisasi-organisasi usaha; terciptanya peluang-peluang competitive alliance dalam kerangka penguatan struktur permodalan; konsolidasi dan bahkan rasionalisasi; serta fokusnya manajemen pada penguatan daya saing bisnis masing-masing. Dengan kata lain, restrukturisasi bertujuan agar setiap organisasi usaha hanya menekuni bisnis yang keunggulannya tertempadan terseleki dari mekanisme pasar.
Adapun pilihannya, yang pasti ialah bahwa trend dunia usaha abad XXI mengharuskan pendalaman dan focus pada  bisnis inti atau pada spesialisasi. Bukan hanya dunia usaha, tetaapi setiap bangsa pun diperkirakan akan menghadapi tantangan serupa. Jadi, spesialisasi ekonomi kita sebagai bangsa, sebenarnya sudah perlu dihitung sekarang. Ia harus dengan asumsi bahwa yang unggul dimasa depan ialah knowledge dan knowledge-based economy, knowledge-based product dengan pengertian bahwa resource-based produkpun membutuhkan knowledge untuk menciptakan nilai tambah sebagai basis utama keunggulannya.
Semuanya tampil sebagai pemein-pemein spesialis diarena persaingan pasar global. Tidak ada lagi yang dikelola karena selera keluarga, atau dominannya karena pengaruh birokrasi. They are well-managed business. Itu kondisi ideal yang ingin dicapai.

F.     KEPEMIMPINAN
Selain restrukturisasi, pengembangan kepemimpinan dalam dunia usaha juga perlu dikedepankan. Pertama karena dunia usaha kita memang kekurangan manajer dan pemimpin. Kedua karena dalam lingkungan dunia usaha yang sangat dinamis, kepemimpinanlah yang menjadi kunci utama.
Dalam kaitan ini kita tidak perlu lagi berbicara tentang teori-teori kepemimpinan, atau fungsi-fungsi seorang pemimpin. Yang terutama perlu digaris bawahi ialah kualitas-kualitas apa saja yang minimal harus dimilki, oleh siapapun yang menyandang fungsi kepemimpinan khususnya dilingkungan dunia usaha.
Membangun profesionalisme, dalam artian kepemimpinan yang kompeten membutuhkan proses waktu, energy dan komitmen. Khususnya komitmen untuk menerapkan “professional criteria” (bukan atas dasar kepemimpinan ataupun hubungan istimewa) dalam penempatan seorang pada posisi kepemimpinan.
Paradigm lama dalam manajemen pembangunan, mirip dilingkungan bisnis family oriented, yaitu control, order, dan prediksi.
Paradigm baru dalam kepemimpinan bisnis global jaman sekarang ialah align, (co)create, dan empower. Dengan kata lain, seperti yang diformulasikan Bennis, bahwa kesuksesan pemimpin bisnis yang sekaligus pemimpin pembangunan itu.

G.    KEMITRAAN
Dengan semangat dan praktek kemitraan usaha, pertama-tama kita lihat Indonesia sebagai sebuah “incorporated”, yakni keseluruhan warganya bersatu untuk menghadapi persaingan internasional. Artinya dalam menghadapi era ketatnya persaingan pasar, pelaku-pelaku ekonomi, pemerintah dan masyarakat harus memodernisir (mendinamisasi atau merevitalisasi) makna “senasip-seperjuangan”.



































BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Survey angkatan kerja nasinal (tahun 1990) menemukan sekitar 80% angkatan kerja kita berpendidikan SD kebawah. SLTP/SLTA 18,2%, PT 1,86%. Bahkan dari keseluruhan78 juta SDM berpendidikan kita, Cuma 1% berpendidikan tinggi, lebih 80% lulusan SD kebawah. Sementara itu dari keseluruhan penduduk Indonesia (data 1989), belum cukup setengah persen yang belum ernah mengikuti pelatihan, sebagaimana diungkap Ganewati Wuryandari, MA dari LIPI.
Kita bahkan harus prihatin melihat kenyataan bahwa diantara 25 sekolah bisnis paling top di Asia/Australia, seperti diuraikan majalah Asia, Inc. di ASEAN saja kita sudah tertinggal dari Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina; apalagi misalnya dengan Jepang, Hongkong, India, dan Australia. Masalah klasik kita yang sampai hari ini agaknya masih benar, bahwa yang dominan dalam proses ajar-mengajar ialah kombinasi ceramah-hafalan.
Opportunity dipasar kita sendiri, yang praktis telah menjadi bagian dari pasar global, akhirnya akan menguntungkan rang lain. Dan ini sudah terbukti dari kisah MNC asing. Mereka memberi pengalaman bisnis secara modern, mencetak pemimpin-pemimpin bisnis dan manajer.
Peran pemerintah/Negara memang diperlukan. Sayangnya, tak jarang intervensi terjadi bukan karena panggilan untuk menjamin kuasa keadilan dan keseimbangan didalam mekanisme pasar tersebut.disini kitapun perlu berhati-hati dengan istilah konsistensi tersebut.
Bila transparasi dan harmonisasi, serta koordinasi dan konsistensi sudah membudaya, maka proses adaptasi dan revormasi dunia usaha menuju abad XXI, dan tidak lagi dikendorkan oleh kebocoran-kebocoran system.
Organisasi-organisasi usaha selama sekitar 50 tahun ini pada umumnya lahir, dikelola dan digerakan oleh keluarga. Wawasan dan perilaku, keberusahaan mereka adalah pedagang; sementara mata dagangan terpenting umumnya adalah hasil-hasil bumi. Dengan kata lain, mereka menjual apa yang dengan mudah mereka produksi umumnya berbasis sumber daya alam bukan memproduksi kebutuhan pasar, apalagi prioritas permintaan pasar.
Adapun pilihannya, yang pasti ialah bahwa trend dunia usaha abad XXI mengharuskan pendalaman dan focus pada  bisnis inti atau pada spesialisasi. Bukan hanya dunia usaha, tetaapi setiap bangsa pun diperkirakan akan menghadapi tantangan serupa. Jadi, spesialisasi ekonomi kita sebagai bangsa, sebenarnya sudah perlu dihitung sekarang. Ia harus dengan asumsi bahwa yang unggul dimasa depan ialah knowledge dan knowledge-based economy, knowledge-based product dengan pengertian bahwa resource-based produkpun membutuhkan knowledge untuk menciptakan nilai tambah sebagai basis utama keunggulannya.
Membangun profesionalisme, dalam artian kepemimpinan yang kompeten membutuhkan proses waktu, energy dan komitmen. Khususnya komitmen untuk menerapkan “professional criteria” (bukan atas dasar kepemimpinan ataupun hubungan istimewa) dalam penempatan seorang pada posisi kepemimpinan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beberapa website membuat blog yang populer

MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL